MAKNA 1 DESEMBER 1960 BAGI RAKYAT PAPUA - IMAPENAPANDODEGORONTALO.COM

https://imapenapandodegorontalonews.blogspot.com/2020/11/makna-1-desember-1960-bagi-rakyat-papua.html

Dokumentasi : Happy Indenpendence Day 56

Awal perjuangan rakyat Papua Barat melawan penjajah, tak hanya karena 1 Desember 1961, tetapi jauh sebelum itu telah dimulai dengan perlawanan rakyat dengan gerilya hingga perjuangan politik yang diplomatis. Pada masa pendudukan Belanda, akhir 1940 bermunculan beberapa partai politik Papua Barat yang turut membangun kesadaran akan nasionalisme Papua Barat.

Partai politik di Papua Barat saat itu yang tak ada hubungannya sama sekali dengan partai-partai yang ada di Belanda maupun Indonesia. Partai lokal lahir sesuai dengan kebutuhan dan kemauan politik rakyat di Tanah Papua Barat.

Kesadaran melawan penjajah secara politik juga turut melahirkan perlawanan bersenjata dengan bergerilya. Tonggak awal pencetusan berdirinya perjuangan bersenjata di Manokwari, Juli 1965 oleh para eks-pasukan Batalyon Papua (PVK = Papoea Vrijwilligers Korps). Tokoh pemimpin kharismatis gerakan ini adalah Johan Ariks, yang waktu itu sudah berumur 75 tahun. Johan Ariks juga sebelumnya terlibat dalam pendirian beberapa partai politik diantaranya; Gerakan Persatuan Nieuw Guinea dan Partai Demokraticshe Volkspartij (DVP).

Pada periode 1961 – 1970, selain dari pendirian partai Politik tidak hanya sebatas membangun kesadaran, tetapi juga untuk melawan militerisme Indonesia. Pada dekade ini terdapat tujuh kali Operasi Militer yang digencarkan Indonesia untuk membasmi perlawanan dan kesadaran rakyat Papua Barat. Awal invasi militer Indonesia, ditandai dengan terbitnya Hukum Perang (Dektrit) Trikora pada akhir tahun 1961. Operasi Militer pertama kali dipimpin lansung oleh Mayor Ali Murtopo dan Benny Moerdani. Setelah tahun-tahun awal pada dekade ini, berikutnya muncul juga beberapa nama militer Indonesia yang memimpin dalam pembantaian rakyat Papua Barat, diantaranya A.Yani (Operasi Wisnumuri, 1963 -1965), R.Kartidjo (Operasi Sadar, 1965), R.Bintoro (Operasi Bharatyudha, 1966 – 1967) dan Sarwo Edi (Operasi Tumpas, 1967 – Operasi Wibawa 1967 – 1970). Pelaksaaan Operasi Militer pada dekade 1961 – 1970 adalah ilegal menurut hukum Indonesia, karena pada saat itu Papua Barat belum resmi menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dapat diartikan sebagai penjajahan. Belakangan diketahui bahwa nafsu pendudukan militer Indonesia ini diboncengi dengan kepentingan imperialis, yaitu dilaksanakannya Kontrak Karya Freeport pada tahun 1967 sebelum pelaksaan referendum yang oleh Indonesia diubah menjadi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada tahun 1969. Sebab akibat dari niat yang busuk Indonesia dan kroninya juga sangat mempengaruhi proses PEPERA, yaitu adanya pengubahan dari yang seharusnya, salah satu diantanya “Satu Orang, Satu Suara” menjadi “Dewan Musyawarah”. Akhirnya pelaksanaan PEPERA pun tidak sesuai dengan kebiasaan hukum internasional dan melanggar Perjanjian New York tahun 1962. Sepihak oleh Indonesia rakyat Papua Barat dipilih dan ditentukan untuk memilih dalam PEPERA hanya 1025 Orang, dari kurang lebih 800.000 jiwa saat itu.

Pengalaman traumatik akan kekejaman militerisme Indonesia, tak menghentikan perlawanan rakyat Papua Barat untuk pembebasan nasional. Pada tanggal 1 Juli 1971, Seth Jafet Rumkorem bersama Jakob Prai, Jarisetou Jufuway dan Louis Wajoi mencetuskan “Proklamasi Kemerdekaan Papua Barat “, di Desa Waris (Marvic). Keinginan akan mendirikan negara sendiri pun terus bergema di pelosok bumi Papua Barat, sesudah tiga tahun Proklamasi di Marvic. Pada tanggal 3 Desember 1974, di Serui lahirlah deklarasi Negara Melanesia Barat yang meliputi Sorong – Samarai. Adapun keinginan rakyat Papua Barat untuk bebas dari cengkraman penjajah juga sudah dan akan terus melahirkan momentum politis, salah satu diantaranya deklarasi Negara Melanesia Barat pada tanggal 14 Desember 1988 oleh Dr. Thomas Wapai Wanggai.

Selain pertistiwa bersejarah, perlawanan rakyat Papua Barat terus dilakukan dengan aksi-aksi demontrasi, diplomasi, gerilya hingga pendirian kantor-kantor perwakilan perlawanan rakyat Papua Barat dibeberapa negara, untuk menggalang solidaritas masyarakat internasional dan mengkampanyekan kekejaman militer Indonesia.

1 Desember 1961, merupakan tonggak kesadaran nasionalisme Papua dengan melahirkan manifesto politik Papua secara terbuka. Dengan menetukan nama negara : Papua Barat, lagu kebangsaan : “Hai, Tanahku Papua” serta “Bintang Kejora” sebagai bendera nasional dan lambang Burung Mambruk dengan semboyan “One People One Soul”. Maka rakyat Papua sudah dan akan selalu memperingati setiap 1 Desember sebagai kemerdekaan terjajah yang telah melahirkan manifesto Politik Papua.

Hingga pada tahun ini, ratusan ribu rakyat Papua telah terbunuh dalam melawan dan karena kekejaman militer Indonesia, yang juga terus menyokong kepentingan negara dunia pertama.

PENENTUAN NASIP SENDIRI ADALAH SOLUSI DEMOKRASI BAGI RAKYAT PAPUA..

Adalah suatu keharusnya perlawanan mutlak tanpa kompromi dengan segala bujukan, rayuan, dari segelintir elit pejabat Papua yang sedang menipu diri, dan dipakai sebagai alat penindasan oleh penjajah Indonesia sebagai jembatan penindasan secara sistematis, terstruktur dan masif, tujuannya untuk menghacurkan nasib hidup orang Papua, maka harus dilawan melalui membangun gerakan perjuangan pemuda, mahasiswa, dan basis rakyat yang terorganisir, terstruktur, dan masif.

Oleh sebab itu, maka kebutuhan gerakan dalam negeri sangatlah dibutuhkan, perjuangan melawan penjajahan Indonesia yang ilegal di atas tanah Papua. Adalah membutuhkan gerakan perjuangan Mahasiswa, Pemuda dan rakyat Papua secara sadar, terstruktur, sistematis, dan masif pula untuk melawan harus pemusnaan Orang Papua lewat praktek-praktek penindasan kolonialisme Indonesia di atas tanah Papua.

Praktek-Praktek Penindasan Dan Penjajahan Kolonialisme Indonesia di Tanah Papua. Yaitu:

1. Perampasan tanah-tanah adat melalui perusahan-perusahan multinasional di seluruh Papua, dengan cara menipu tuan dusun atau tuan tanah dengan perempuan-perempuan pelacur dan uang, agar tanah dan lahan dikuasai investor asing, dan keuntungan masuk pejabat oligarki.

2. Pelarangan tentang sejarah Papua yang disebarkan, sejarah Papua dimanipulatif, hegemoni penjajah disebarkan melalui kurikulum sekolah-sekolah, Universitas, dan pendidikan yang berpatron pada sejarah Indonesia yang keliru dan sesat.

3. Saat orang Papua berkumpul, mengorganisir, dan mengeluarkan pendapat dimuka umum tetapi cepat dibungkam, dibubarkan, dikejar, ditangkap dan ditembak mati oleh aparat keamanan TNI/Porli.

4. Operasi-operasi militer secara besar-besaran di seluruh Papua, operasi intelejen, pendroupan militer non organik dari luar ke Papua, konflik bersenjata dipegunungan Papua, yang sengaja dipelihara sebagai bisnis Negara akhirnya rakyat Papua korban pengungsian.

5. Pembatasan media asing, jurnalis asing dilarang masuk ke Papua, Dewan HAM PBB dibatasi untuk masuk Papua, pembatasan kepada Tim pencari fakta dari pasifik (PIF), wartawan lokal dari JUBI dan SP, diteror, dipukul, ditangkap, dan ditembak mati oleh TNI/Porli.

6. Pekerja Advokasih HAM Papua diteror, dikejar dan dibunuh oleh TNI/Porli, Aktivis demokrasih, lingkungan, perempuan, ditangkap dijebloskan dalam penjarah. Aktivis kemerdekaan diteror, dikejar, ditangkap dan bahkan dieksekusi mati diluar hukum. Sedang pelaku pembunuh dipromosi naik jabatan dalam karir militer TNI/Porli.

7. Pembunuhan secara sadar pada orang Papua, lewat tabrak lari, keracunan makanan di warung-warung makan, Rumah Sakit jadi malaikat pencabut nyawa dimana-mana, program KB yang dipaksakan harus ikut, operasi sesar pada ibu hamil diwajibkan, kesenjagan sosial, kemiskinan yang disengaja, hingga baku mengiri akhirnya baku bunuh antara sesama kita menjadi hal yang biasa.

8. Dogma-dogma agama yang menyesatkan, dan yang selalu mendukung program pembangunan dari Jakarta disebarkan sampai ke kampung-kampung, mereka mengajarkan kita untuk takut dan tetap tunduk dengar pada aturan Negara yang mencekik leher rakyat.

9. Pendeta, pastor, dan hamba-hamba Tuhan bergaya seperti pejabat, dan selalu bicara omong kosong, munafik besar, bicara tentang uang nomor satu, atur bisnis dan pesta pora dlm gereja, tetapi takut bicara tentang realitas penindasan dan pembunuhan pada kita orang Papua.

10. Pemasok miras (alcohol), ganja, narkotika, secara besar-besaran ke Papua dengan memunyai label khusus IRJA, dan yang tangani bisnis kotor ini adalah pejabat dan militer TNI/Porli, akhirnya generasi Papua hancur, semua jadi orang pemabuk, baku bunuh, baku potong, pencuri, kesalahapahaman sesama orang Papua sudah menjadi budaya, moral hancur dan harga diri rusak.

11. Transmigrasi secara ilegal dengan alasan untuk pemerataan pembangunan, padahal itu adalah omong kosong demi mempertahakan penjajahan dan kekuasaannya maka didrop trasmigrasi ke Papua secara tertutup dan sembunyi-sembunyi.

12. Kepentingan pejabat Papua yang rakus uang, jabatan, korupsi merajalela di setiap intasi pemerintahan lokal di Papua, mereka dijebak bodok-bodok dalam sistem, akhirnya orang Papua baku bunuh hanya masalah jabatan dan uang.

13. Ada Rumah Sakit dan Sekolah-sekolah, tetapi tenaga kesehatan tidak ada, tenaga guru tidak ada, pada dasarnya mereka harus mengapdi dengan sumpah janji untuk setia melayani pada rakyat dengan sepenuh hati tetapi di Papua berbeda jahu, mereka terlalu rasis, diskriminatif, pilih kasih, dan mereka menjadi alat pembunuhan secara terorganisir dari TNI/Porli.

14. Orang pendatang sudah menguasai sektor-sektor ekonomi, usaha-usaha, parkiran terminal sampai yang besar yaitu; pemerintahan, politik, agama dan ekonomi dikendalikan oleh mereka. Akhirnya orang Papua dibunuh secara mental, karakter, dan fisik, apalagi budaya adat istiadat yang dianggap kuno, lalu orang Papua rata-rata pejabat yang agak bandel terhadap Negara, distigma separatis dan selalu dicurigai.

15. Tiap aksi-aksi Mahasiswa dan rakyat Papua selalu Negara anggap dan stigma sebagai gerombolan pengacau keamanan, gerombolan pengacau liar (GPK, GPL, KKB, Dll,) yang harus dibubarkan dan diamankan dalam penjarah, hal ini sedang menjurus pada penghacuran total kekebasan Hak Asasi Manusia Papua yang Universal.

Solusi Menuju Kebebasan (Kemerdekaan)

Solusi adalah orang Papua segera sadar, keluar dari sistem kolonialisme indonesia hari ini yang mengikat dirimu, dan bergabung pada gerakan-gerakan pemuda dan rakyat yang sadar, terorganisir, terstruktur dan masif. Adakan gerakan perlawanan secara sadar, secara massal, secara terorganisir, secara damai, secara terus menerus, secara terbuka, dan secara demokratis.

KNPB Gorontalo 30 November 2020.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages